Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

About

Cemburu Itu Seperti Bumbu Dalam Masakan, Jangan Kurang Atau Lebih



Menekan rasa cemburu hingga ke titik nol, berpura-pura tidak ada masalah, hanya membuat dada terasa sempit. Tetapi mengumbar cemburu sepuas hati-yang biasanya ingiiin sekali dilakukan, bisa berujung pada cekcok berkepanjangan. Cemburu dalam pernikahan itu memang seperti bumbu dalam masakan: Kurang Jangan, Lebih Jangan juga! Yang pas tentu yang ada di tengah-tengah. Bagaimana mengaturnya?


Ubah prasangka dengan data


Karena kebanyakan cemburu berawal dari prasangka, maka atasi dengan mencari data yang akurat, saran Rieny Hassan, Psi. Caranya? Yang terbaik tentu dengan bertanya langsung pada pasangan.


Perlu diingat, karena dilandasi niat dalam rangka mengubah prasangka menjadi kepastian yang menenangkan, tentu cara yang dipilih ada bertanya baik-baik, bukan menyangsikan apalagi menuduh.


Jangan sampai terjadi, baru menduga ada ‘ancaman’, kita sudah main tuduh: kamu diam-diam ternyata selingkuh ya? Atau sudah ada yang baru ya?


“Repotnya, kalau tuduhan itu benar, pasangan akan marah –dan membela diri- karena ketahuan. Sementara kalau salah akan marah karena dituduh melakukan sesuatu yang tidak dilakukan. Keduanya tidak akan berujung baik kecuali berantem,” contoh Rieny.


Bersihkan sumbatan frekuensi


Suami isteri tak berkomunikasi rasanya tak mungkin terjadi. Namun, bahwa saluran komunikasinya tersumbat, itu memang kerap terjadi. 


Apa saja sumbatannya? Banyak. Mulai dari jarangnya berkomunikasi, kurang terbuka dalam berkomunikasi hingga masalah cara berkomunikasi.


Jarang berkomunikasi bisa disebabkan faktor jarak, kesibukan, karakter yang tidak senang banyak bicara hingga anggapan bahwa ‘ngobrol’-apalagi hanya urusan remeh temeh keluarga- itu tidak terlalu penting. Padahal memaksa berbicara, betapapun ringan dan remehnya adalah sarana latihan untuk mengungkap rasa dan menerima rasa. Jangan sampai terjadi statusnya suami isteri, tetapi urusan ‘ngobrol’ bisa dihitung dengan jari.


Bersihkan sumbatan keterbukaan


Sumbatan keterbukaan bisa terjadi manakala salah satu pihak tidak bisa nyaman berekspresi, takut salah, takut menyinggung, sementara pihak yang lain, tidak siap menampung ekspresi, tak senang dikritik atau terlalu mendominasi hubungan.


Kata kunci untuk mengatasinya adalah ungkap dan dengar. Belajarlah mengungkap perasaan, termasuk rasa cemburu dengan jelas, tanpa ragu dan takut. Di lain pihak, belajarlah untuk selalu siap mendengar ungkapan perasaan pasangan tanpa terburu-buru ingin memotong, menafikan perasaannya atau membela diri. Betapapun yang didengar itu rasanya tidak enak sekali.


Sekali saja ekspesi pasangan dipotong, dianggap remeh, dinafikan atau selalu dipagari dengan pembelaan yang keras, maka sulit bagi pasangan untuk bisa nyaman menyajikan keterbukaan di lain hari.


“Kadang memang berat mendengarkan ketidaknyaman perasaan pasangan terhadap diri atau perilaku kita. Tetapi enak tidak enak, bisa tidak bisa, kita harus belajar mendengar dan memahami bahwa pasangan kita perasaannya tidak mesti sama dengan kita. Dan yang perlu diingat, setiap kali ada perasaan atau gagasan berbeda yang diungkap pasangan, dia hanya sekedar tengah mengekspresikan diri. Jangan lantas berprasangka bahwa pasangan tengah melawan otoritas kita,” papar Rieny.


Bersihkan sumbatan cara berkomunikasi


Isi komunikasi yang benar bila diterapkan dengan cara salah, seperti contoh tuduhan di atas, akan memberi efek yang berbeda dari yang diinginkan. Inginnya mendapat kejelasan dan ketentraman, yang di dapat justru cekcok dan permusuhan.


“Gunakan selalu I message,” saran Rieny lagi. I message adalah aplikasi keterbukaan diri yang santun karena tidak mengancam pihak lain.


Ketika kita merasa cemburu karena isteri kerap diantar pulang lelaki rekan kerjanya berdua saja, atau suami sering menelepon wanita tertentu dengan sembunyi-sembunyi, jangan mengekspresikan perasaan dengan menuduhnya selingkuh atau pacaran.


Rieny mencontohkan. “Nyatakan saja dengan jelas, saya tidak nyaman/tidak senang kalau kamu menelepon perempuan itu. Sampai 4 kali dalam sehari lho kemarin. Saya tidak suka…”


Selain menunjukkan ekspresi diri, pernyataan semacam ini juga menunjukkan bahwa kecemburuan kita bukan didasari pada hal yang mengada-ada melainkan berdasarkan data yang akurat-sering menelepon, bahkan hingga 4 kali sehari.


Ke dalam solid, keluar bangun jaringan


Daripada sering berprasangka sehingga cemburu buta, alangkah indah bila suami dan isteri bisa menjadi team solid, kompak dan saling dukung.


“Lakukan sebanyak mungkin aktivitas menyenangkan bersama-sama pasangan. Kalau suami senang baca, usahakan kita juga senang baca, atau kalau beda minat, paling tidak senang menemaninya ke toko buku. Kalau banyak having fun dilakukan bersama, setiap pasangan akan puas dan nyaman dengan pasangannya sendiri. Tak perlu mencari orang lain kan?” contoh Rieny.


Kalaupun aktivitas suami isteri nyatanya banyak bedanya, bangunlah jaringan dengan kelompok dimana pasangan banyak beraktivitas.


Isteri misalnya, perlu kenal siapa-siapa saja rekan kerja suami di kantor, siapa isteri-isterinya, sehingga dapat mudah mengakses informasi soal jadwal kerja, klien perusahaan dan lain-lain.


Suami pun jangan ragu untuk mengetahui siapa saja teman isteri, suami-suami mereka, dan apa saja aktivitas isteri di kantor atau di lingkungan sosialisasi lainnya.


Bila tak ada kegelapan informasi, tentu tak ada prasangka dan kecurigaan yang negatif yang bisa menjadi bibit cemburu buta. Kalaupun ada cemburu, tentu sekedar bumbu penambah mesra hubungan, atau karena sekedar karena ingin bermanja-manja.


Ust. Miftahuddin

Materi Spesial Kuliah Keluarga Sakinah (KKS) Online

Post a Comment for "Cemburu Itu Seperti Bumbu Dalam Masakan, Jangan Kurang Atau Lebih"