Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

About

Hukum Menikah Tanpa Persetujuan Orang Tua


Hukum Menikah Tanpa Persetujuan Orang Tua


Keutamaan nikah adalah sesuatu yang wajib bagi yang sudah mampu dari segi usia atau dari segi kemampuan, sahabat, nikah bisa menjadi cara pahala dan cara berbuat banyak kebaikan serta menjadi jalan untuk mendekatkan diri. kepada Tuhan karena pernikahan bisa jauh dari amoralitas dan perzinahan.


Nah sobat ternyata nikah tidak semudah yang dilakukan oleh sebagian orang, sebagian terjadi karena restu orang tua, umumnya sahabat, orang tua yang tidak setuju anaknya nikahi seseorang terjadi karena hal-hal berikut ini. .


Calon menantu dianggap tidak mampu menjadi istri atau suami yang baik atau tidak memiliki kemampuan untuk menghidupi anaknya atau melakukan pekerjaan rumah tangga seperti menikah dini.

Calon mertua dinilai tidak memiliki karakter yang baik, tidak memiliki karakter yang baik, dan tidak cocok menjadi suami atau istri karena karakter yang buruk.

Calon menantu berbeda dalam hal status baik agama, harta benda, jabatan, dll.

Orang tua mempunyai kriteria khusus untuk anaknya padahal anaknya juga memiliki kriteria khusus tentang calon suami atau istri yang berbeda dengan orang tuanya.

Nah sobat, dari berbagai alasan tersebut sebenarnya orang tua menginginkan yang terbaik untuk anaknya sobat, namun tentunya tidak boleh melakukan kejahatan orang tua terhadap anak, karena orang tua tentunya berharap anaknya memiliki kehidupan yang bahagia setelah menikah, bukan. sebaliknya, kehidupan yang sulit setelah menikah. Nah sobat sekalian, Islam punya pandangan sendiri tentang hal ini, yuk simak selengkapnya Hukum Nikah Tanpa restu Orang Tua.



Sebelum memahaminya, berikut rukun nikahnya, "Mazhab Syafi'i mengemukakan bahwa ada lima rukun nikah dalam Islam, yaitu, shigat, mempelai laki-laki, mempelai wanita, dua orang saksi, dan wali," (lihat Wizaratul Awqaf adalah Syu`un Al -Islamiyyah-Kuwait, Al-Mawsu'atul Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah, juz xxxxi, halaman 233)



Masalah ini sobat bisa dibedakan dari dua sisi.



Pertama, dari segi moralitas.

Kedua, dilihat dari sisi hukum hitam putih.

Dalam fiqh pernikahan dan akhlak, sungguh merupakan perbuatan yang sangat menyakitkan, jika seorang anak melakukan sesuatu yang tidak dapat diterima di hati orang tua. Apalagi jika aksinya adalah pernikahan. Secara moral, tidaklah pantas bagi seorang anak yang lahir, diasuh, diasuh, dididik dan dibesarkan oleh orang tuanya dengan sepenuh hati, mengorbankan jiwa raga, tiba-tiba melakukan hal-hal yang menyakiti hati orang tua. Atau bahkan mengecewakannya.

Dari segi moral, anak yang tega melukai atau menentang keinginan orang tuanya adalah anak durhaka, cuek dan lancang. Untuk apa diurus sejak kecil, jika setelah beranjak dewasa tidak mau menghormati dan menjaga perasaan orang tua? Kemudian seenaknya mau mengatur diri sendiri, menikah tanpa mendapat restu dan persetujuan orang tuanya.

Anak-anak yang melakukan hal seperti ini, sampai menyakiti hati orang tuanya, dapat dikatakan sengsara dalam hidup mereka. Jalannya tidak lurus, hidupnya akan lengang karena berkah, padahal sekilas hartanya melimpah, rumahnya bertingkat, gajinya dua kali lipat, mobilnya berkilau, badannya sehat.


Tetapi jika dengan orang tua yang berkualitas, jiwanya akan sekarat, jalannya akan salah arah, hidup tidak akan menyenangkan, tidak ada semangat. Baik anak laki-laki maupun perempuan, sebisa mungkin tidak menikah tanpa restu dan persetujuan orang tua. Karena jika Anda dapat membalas Anda karena tidak mampu melakukannya, setidaknya itu tidak merugikan mereka, itu sudah menjadi nilai.

Pernikahan yang Sah

Dari Perspektif Hukum Sedangkan jika melepaskan pengabdian atau kualifikasi dengan orang tua, jika seorang laki-laki menikah, maka tidak diperlukan peran orang tuanya sebagai wali. Karena pernikahan seorang pria tidak membutuhkan wali.



Sebaliknya, seorang wanita tidak bisa menikah dengan dirinya sendiri. Yang menikahinya harus ayah kandungnya sebagai wali. Ia sendiri tidak memiliki peran apapun dalam akad nikah, sehingga kalaupun tidak hadir dalam perkawinannya sendiri, perkawinannya tetap sah secara hukum. Jadi seorang wanita yang kawin tanpa ijin, restu dan persetujuan dari ayah kandungnya adalah haram secara hukum, selain itu dia juga mendapat dosa karena perbuatannya yang terlalu buruk terhadap orang tuanya.

Solusi Menurut Islam

Wali harus segera menikahkan anak perempuan mereka jika mereka menikah dengan pria yang setara, terutama jika mereka juga bahagia. Nabi Shallallahu 'alayhi wa sallam telah berkata. Artinya: Ketika Anda datang kepada orang yang Anda sukai dan yang moralnya merayu (putri Anda) makan, nikahi dia, karena jika tidak, pasti akan ada fitnah di bumi ini dan bencana yang sangat besar "



Sejarah At-Turmudzi, dan Ibn Majah. Hadits ini adalah hadits Mursal, tetapi ada hadits lain sebagai syahid diriwayatkan oleh At-Turmudzi] Dan tidak boleh menghalangi mereka untuk menikah karena untuk menikahi pria lain dari anak pamannya atau orang lain yang tidak mereka sukai,

atau karena ingin mendapatkan lebih banyak kekayaan, atau karena untuk tujuan murah lainnya yang tidak dibenarkan oleh syari'at Allah dan Rasul-Nya. “Jika kamu datang kepadamu yang kamu suka agama dan akhlaknya, maka nikahi dia. Jika tidak, akan ada fitnah di bumi dan kerusakan besar.” (HR. Tirmizi, no. 1084)


Hukum Nikah Tanpa Restu Orang Tua Yang Berdosa Dilihat dari Alasannya

Dari Khonsa binti Khazam Al-Anshori, bahwa ayahnya menikah dengannya ketika dia menjanda, padahal dia tidak menyukainya. Kemudian dia mendatangi Nabi sallallahu'alaihi wa sallam, kemudian pernikahannya ditolak. (HR Bukhori, no. 4845)

“Dari Ibnu Abbas radhiallahu'anhuma, seorang gadis datang kepada Nabi sallallahu'alaihi wa sallam. Dia mengatakan kepadaku bahwa ayahnya menikahinya padahal dia tidak menyukainya. Maka Nabi sallallahu'alaihi wa sallam memberinya pilihan (menerima atau menolaknya). "(HR. Abu Daud, no. 2096, dan dikonfirmasi oleh Al-Albany)

Sejumlah ulama meyakini bahwa jika seorang perempuan menikah tanpa kemauan, maka kontrak bergantung pada persetujuan perempuan. Jika dia setuju, kontrak itu sah. Jika tidak setuju, maka dia berhak membatalkan akad nikah. Ini adalah pendapat mazhab Hanafi dan riwayat Imam Ahmad. Silakan lihat Al-Mughni, 7/364, Fathul Bari, 9/194.

Syekh Ibn Utsaimin mengatakan bahwa dalam kasus orang tua yang bersikeras menikahkan anak perempuannya, mengatakan, “Memaksa orang tua kepada putrinya untuk menikah dengan pria yang tidak ingin dia menikah dengannya adalah haram. Dan jika haram, itu haram. artinya tidak sah dan tidak bisa dilaksanakan.Karena pelaksanaan dan persetujuannya bertentangan dengan sejarah yang melarangnya.Karena tujuan syari'at dalam melarang sesuatu agar tidak kita gunakan dan implementasikan.Karena kalau kita melegitimasinya, artinya kita pakai dan laksanakan, dan kita jadikan sebagai akad yang diijinkan oleh agama. Dari pendapat ini, kuatnya pendapat bahwa orang tua yang menikahkan anak perempuannya dengan orang yang tidak suka menjadi suami adalah sebuah pernikahan rusak, kontrak juga putus. Pengadilan harus meninjau ulang (keabsahan kontrak pernikahan). "

Nah sobat, dari dalil yang penulis sebutkan, tentunya kita dapat menarik kesimpulan sebagai berikut:



Pria yang menikah tanpa restu orang tua pernikahannya tetap sah secara agama karena telah memenuhi kerukunan dalam pernikahan dimana pria tidak membutuhkan wali nikah.

Wanita yang menikah tanpa persetujuan orang tua dan hanya dinikahkan oleh wali tetap tidak diperbolehkan karena wali nikah harus diangkat oleh yang bersangkutan.

Orang tua yang melarang anaknya menikah pasti memiliki alasan yang tepat, misalnya karena terbukti berakhlak buruk atau tidak mengamalkan Islam atau kafir.

Jika orang tua menolak menikahkan anaknya hanya karena kekayaan atau status dan urusan duniawi lainnya padahal calon menantu memiliki akhlak yang baik dan hati yang baik maka orang tua dan anaknya sendiri akan menderita kerugian dan orang tua akan berbuat dosa. karena itu akan menghalangi kebahagiaan anak-anaknya.

Para orang tua harus mempunyai alasan yang jelas jika mereka mempunyai rencana tentang masa depan yang baik bagi anak-anaknya, jika suatu masalah terjadi maka seorang perantara dapat didatangkan untuk mencari solusi terbaik antara anak dan orang tua.

Wanita memang milik orang tuanya, tetapi jika wanita tersebut memiliki calon suami yang baik yang orang tuanya tidak percaya maka dapat membuktikan keyakinannya dan memberikan bukti serta meminta petunjuk dari Tuhan.

Pria juga menjadi milik ibunya jika sang ibu tidak setuju dengan calon menantu harus berusaha menunjukkan kebaikan calon istrinya dan membuktikannya agar bisa mencapai jalan yang jelas untuk membuktikan bahwa istri yang terbaik untuknya .

Demikian yang bisa penulis sampaikan, semoga menjadi wawasan yang berkualitas bagi sobat sekalian. Terima kasih. Semoga sukses selalu di akhirat.

Post a Comment for "Hukum Menikah Tanpa Persetujuan Orang Tua"