Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

About

Ketika Pasangan Tidak Sesuai Harapan



“Kok istriku gini, ya,”
“Kok suamiku ternyata gini, ya,”

Dunia pernikahan adalah dunia yang unik dan penuh warna. Kadang, pasutri (pasangan suami istri) bisa berada di puncak rasa sayang. Tapi, kadang sebaliknya: kesal. Entah itu karena alasan yang jelas atau enggak.

Ada kalanya suami istri saling kecewa karena tidak sesuai harapan. Kondisi tersebut akan semakin runyam jika masing-masing merasa yang paling banyak berkorban.

“Padahal aku udah kerja keras tapi serasa enggak dianggap. Aku memang gini dari dulu. Gak bisa kalau seperti cowok-cowok di luar sana yang pandai berkata-kata,”

“Semestinya dia bersyukur punya istri seperti aku. Udah cantik, pinter, baik, gak neko-neko. Kurang apa coba?”

Nah, makin deh. Semakin mengingat kebaikan diri semakin membuat pasangan seolah gak berarti di hadapan kita.

Belum lagi kalau ada kedatangan tamu tidak diundang alias pihak ketiga dimana orang asing tsb mampu mengisi kekosongan jiwa. Makin parah deh kondisi. Pasutri yang tadinya adem ayem bisa rusak. Masalah yang tadinya kecil bisa melebar. Terlebih jika ditambah dengan membandingkan kekurangan pasangan dengan kelebihan orang ketiga yang baru kenal sekilas. Makin deh dunia seolah tidak memihak pada kita. Yang ada hanya benci dan kesal pada pasangan.

Pertama kita harus identifikasi apakah hal yang membuat kesal itu masalah prinsip? Yang disebut masalah prinsip misal dia malas kerja, tidak setia, pindah agama, suka main kasar, atau yang serupa. Kalau iya, bolehlah kita kecewa.

Tapi kalau hanya seputaran enggak terlalu peka karena didikan keluarganya seperti itu, suka naruh barang-barang pribadi sembarangan, atau hal-hal yang sekiranya bisa diperbaiki ya sebaiknya kita juga ngaca. Janganlah terlalu perfeksionis karena kita sendiri juga enggak sempurna.

Jangan sampai keliru misal yang harusnya masalah prinsip kita abaikan sedangkan yang bukan prinsip kita permasalahkan. Misal, kita cuek-cuek aja saat pasangan pindah kepercayaan atau agama yang beda dengan kita, tapi kebakaran jenggot saat gaji pasangan turun. Nahh. Itu namany tidak pada tempatnya.

Kedua, yang harus kita pahami adalah pasangan kita bukan anak kita. Dalam artian, kita ketemunya pas udah gede. Ya jelaslah karakter dia sedikit banyak dipengaruhi oleh didikan keluarga dan lingkungan. Kalau kita ingin mengubah pun tidak bisa sehari dua hari jadi. Bukankah Roma tidak dibangun dalam waktu semalam?

Ketiga, salah satu tantangan menikah adalah memanajemen ketidakcocokan. Dan itu tidak bisa dipelajari secara instan atau sekadar teori saja. Semua berproses dan bertahap. Ada kalanya kita ingin menyerah, “Kayaknya gue gak sanggup deh,” jika pikiran itu terbersit, kembali ke poin satu.

Gimana Sahabat? Semoga kita bisa jadi pejuang cinta, dalam hal ini maksudnya pejuang cinta halal untuk meraih ridho-Nya. Karena mempertahankan itu jauh lebih susah daripada mendapatkan.


Miyosi Ariefiansyah
Ummi Online

Post a Comment for "Ketika Pasangan Tidak Sesuai Harapan"