Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

About

Manajemen Keluarga SAMARA



Konsep rumah tangga samara dikenalkan oleh Allah ﷻ kepada kita lewat Firman-Nya ; "Dan di antara tanda-tanda kebesaran-Nya ialah ia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih (mawaddah) dan sayang (rahmah). Sungguh pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kamu yang berfikir." (QS Ar Rum : 30: 21). Maha Suci Allah dengan segala Firman-Nya. Yang telah menuntun kita dalam segala aspek kehidupan ini.


Dari ayat tersebut di atas kita juga sering mendengar istilah sakinah, mawaddah wa rahmah ini dari doa-doa yang dikirimkan oleh sahabat dan kerabat kepada mempelai saat menikah. Ucapan semoga sakinah mawaddah warahmah sudah sering kita dengar. Namun, apakah kita sudah benar-benar memahami arti kata-kata tersebut?


1. As-Sakinah

As-Sakinah berasal dari  bahasa Arab yang bermaksud ketenangan, ketenteraman, kedamaian jiwa yang difahami dengan suasana damai yang melingkupi kehidupan rumahtangga. Ketenangan dan ketentraman inilah yang menjadi salah satu tujuan pernikahan.


Dimana perasaan sakinah itu yaitu perasaan nyaman, cenderung, tentram atau tenang kepada yang dicintai di mana suami isteri yang menjalankan perintah Allah ﷻ dengan tekun, saling menghormati dan saling toleransi. Dari suasana tenang (as-sakinah) tersebut akan muncul rasa saling mengasihi dan menyayangi (al-mawaddah), sehingga rasa tanggungjawab kedua belah pihak semakin tinggi. Di dalam keluarga sakinah itu pasti akan muncul mawaddah dan rahmah.


2.Al-Mawaddah (Kasih Sayang)

Al-Mawaddah ditafsirkan sebagai perasaan cinta dan kasih sayang. Dimana perasaan mawaddah antara suami isteri ini akan melahirkan keindahan, keikhlasan dan saling hormat menghormati yang akan melahirkan kebahagiaan dalam rumah tangga.


Al-mawaddah, pasangan suami isteri dan ahli keluarga akan mencerminkan sikap lindung melindungi dan tolong menolong serta memahami hak dan kewajiban masing-masing. Sikap al-mawaddah ini akan terpancar tidak hanya sebatas antara suami istri tapi juga meliputi seluruh anggota keluarga dan masyarakat.


3.Ar-Rahmah (Belas Kasihan)

Ar-Rahmah itu sendiri yang mempunyai makna tulus, kasih sayang dan kelembutan. Dari kata-kata tersebut dapat dijelaskan bahwa rahmah berarti ketulusan dan kelembutan jiwa untuk memberikan ampunan, anugerah, karunia, rahmat, dan belas kasih.


Jadi Ar-Rahmah itu dimaksudkan dengan perasaan belas kasihan, toleransi, lemah-lembut yang diikuti oleh ketinggian budi pekerti dan akhlak yang mulia. Dengan rasa kasih sayang dan perasaan belas kasihan ini, sebuah keluarga ataupun perkawinan akan bahagia. Kebahagiaan amat mustahil untuk dicapai tanpa adanya rasa belas kasihan antara anggota keluarga.


Membina sebuah rumah tangga yang sakinah, mawaddah wa rahmah tentu saja tidak semudah mengatakannya. Hal itu terjadi karena ia melibatkan sedikitnya dua pihak yaitu suami dan istri. Kalau struktur kejiwaan satu orang saja begitu kompleks dan rumit, dapat dibayangkan betapa rumitnya kehidupan bersama yang melibatkan dua manusia. Apalagi kalau ditambah dengan anak-anak. Maka, dibutuhkan kemampuan untuk mengatasinya. Dalam Islam kemampuan itu bernama iman dan ilmu yang dengan keduanya akan membuat seseorang memiliki derajat jauh lebih tinggi daripada yang lain baik di dunia maupun di akhirat (Al Mujadalah 58:11).


Iman dan ilmu merupakan dua hal yang saling terkait. Bagi seorang muslim yang mendapat hidayahNya, iman akan semakin meningkat seiring meningkatnya keilmuan  Sedang motivasi utama dalam mencari ilmu adalah keimanan itu sendiri.


Keluarga yang samara tidak lepas dari upaya kita dalam memilih pasangan hidup. Begitu kita memutuskan bahwa si A adalah calon pasangan kita, maka ia (idealnya) akan menjadi pasangan hidup kita selamanya. Dalam suka maupun duka. Oleh karena itulah, memilih calon pasangan sangat berbeda dengan memilih teman. Rasulullah dengan tegas menganjurkan agar prioritas utama yang menjadi kriteria dasar calon pasangan adalah agama (dzat ad-din) karena hanya lelaki shalih lah yang relatif memiliki resistensi paling kuat dalam melawan penyakit-penyakit mendasar yang biasa menjadi penyebab rusaknya tatanan rumah tangga seperti perselingkuhan, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), ketiadaan tanggung jawab (tidak memberi nafkah lahir dan batin), dan sejumlah kejahatan syariah yang lain. Kriteria lain dalam memilih pasangan seperti kecantikan, kekayaan dan keturunan hendaknya tidak menjadi faktor prioritas dalam memilih pasangan. Setidaknya itulah anjuran Rasulullah ﷺ.


Kekurangan dan kelebihan memang akan selalu ada dalam setiap pilihan termasuk dalam memilih calon pasangan. Namun, bagi seorang muslim yang taat, pilihan itu jelas: ia harus sesuai dengan koridor hukum syariah dan tidak bertentangan dengan spirit Islam yang ideal.  Banyak cara yang secara lebih efektif dan efisien dapat dilakukan untuk memahami karakter calon tanpa harus melakukan khalwat seperti mengumpulkan informasi dari orang-orang terdekat. Cara ini dianggap justru lebih efektif dan lebih “aman” serta lebih fokus pada tujuan utamanya yakni pernikahan itu sendiri. Cara ini yang dipakai Khadijah radhiyallahu 'anha saat memutuskan untuk memilih Rasulullah sebagai suaminya. 


Seorang istri mengeluh bahwa dirinya merasa tidak cocok dengan suaminya justru setelah menikah selama satu tahun. Selalu saja ada hal yang menjadi bahan pertengkaran suami-istri, sampai istri tersebut timbul keinginan untuk bercerai. Konflik demi konflik selalu terjadi dalam rumah tangganya yang membuatnya stres.


Kasus tersebut merupakan suatu ilustrasi bahwa konflik selalu bisa muncul dalam rumah tangga, dan bila tidak diatasi akan dapat menimbulkan gangguan psikologis baik pada pihak istri maupun suami. 


Konflik yang selalu terjadi dalam keluarga dan tidak ada penyelesaiannya yang baik maka akan berdampak terhadap keharmonisan keluarga itu sendiri yang akhirnya dapat menimbulkan gangguan-gangguan psikologis pada individu-individu yang terlibat didalamnya. Gangguan psikologis yang dialami bisa timbul mulai dari yang ringan sampai yang berat.


Konflik suami-istri biasanya disebabkan oleh kurangnya rasa” saling” antara keduanya ; 

- Kurangnya saling pengertian terhadap kelebihan dan kekurangan masing-masing

- Kurangnya saling percaya

- Kurangnya saling terbuka

- Kurang komunikasi yang intens & efektif


Banyak pasangan suami-istri yang menjalani perkawinan lebih dari 20 tahun dan tetap harmonis mengungkapkan rahasia keharmonisan keluarganya bahwa kuncinya adalah saling percaya dan saling pengertian serta adanya komunikasi yang terbuka dan efektif. Para ahli komunikasi menyatakan bahwa komunikator yang baik adalah orang yang dapat menimbulkan rasa senang bagi orang yang diaajak berkomunikasi. Banyak pasangan yang baru menikah pada tahun-tahun pertama mengalami apa yang disebut dengan “wedding blues” yaitu stress pasca menikah. 


Hal tersebut muncul karena biasanya masing-masing pihak kurang mampu beradaptasi dengan lingkungan pasangan. “ Waktu belum jadi suami, mas Ali orangnya baik, tapi setelah jadi suami wah ternyata orangnya jorok, suka marah, seneng perintah…capek deh” demikian antara lain keluh kesah seorang isteri yang mengalami “ wedding blues”.


Bagaimana strategi mengatasi konflik yang muncul dalam keluarga?

Strategi dalam mengelola konflik dapat dilakukan melaui beberapa tahap. Lebih baik mencegah dari pada mengalami konflik. 


Tahapan managemen konflik sbb:

1. Tahap primer. Tahap ini merupakan tahap pencegahan terhadap terjadinya konflik keluarga. Upaya-upaya yang dilakukan oleh suami-suami antara lain:

Meningkatkan derajat keharmonisan suami istri sehingga lebih intim

Mengerti terhadap pekerjaan pasangan masing-masing; berusaha membuat suami/istri merasa senang; saling menyatakan perasaan secara terbuka; menghargai pendapat/ide pasangan; menggunakan waktu luang bersama; saling memuaskan dalam kehidupan seksual.

Adanya komunikasi yang efektif dan dapat menjadi pendengar yang baim bagi pasangannya.

Jika ada masalah, komunikasikan dengan pasangan agar tidak berlarut-larut.

Menyeimbangkan antara perasaan dan pikiran ( rasio ). Tidak berpokir yang aneh-aneh kalau sesuatu hal belum terjadi. Hadapi masalah dengan wajar.


2. Tahap sekunder. Tahap ini sudah terjadi konflik dan bagaimana cara mengatasinya:

Kompromi, musyawarah untuk mencari jalan keluar terbaik. Metode yang dipergunakan “ Win-win solution”, semua menang, tidak ada yang dikalahkan.

Mencari alternatif pemecahan masalah berdasarkan sumber masalahnya apa. Bila tidak dapat melakukan sendiri bisa mencari bantuan pihak ketiga yang kompeten, bertanya kepada ustadz, konsultasi pada psikolog atau konselor perkawinan.

Memilih cara yang terbaik 

Melaksanakan cara yang sudah dipilih dari kompromi diatas

Evaluasi penyeleseaian konflik. Hasilnya bagaimana, lebih harmonis atau tidak


3.  Tahap tersier setelah konflik teratasi

Pasangan berusaha untuk mencegah dampak negatif atau trauma psikologis akibat konflik yang pernah dialami. Berkomunikasi dari hati ke hati, perlunya kesepakatan baru agar tidak terjadi konflik yang sama dimasa yang akan datang 


Distributed : 

Kuliah Keluarga Sakinah

- Mewujudkan Keluarga Sakinah Dalam Naungan Ridha-Nya -

www.menikah-islami.blogspot.com 



 

Post a Comment for "Manajemen Keluarga SAMARA"